Allah telah menciptakan dua nikmat
yang sangat berlimpah karunia di dalamnya kepada seluruh makhluk-Nya,
membuktikan betapa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dua nikmat itu
tiada lain adalah nikmat negeri akhirat dan nikmat di dunia, seperti
firmanNya yang tertuang dalam Q.S. Qashah/ 28 : 77 yang artinya: Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28: 77)
Dari firman
Allah dalam Q.S. Qashash/ 28: 77 di atas telah jelas bahwa anugerah Allah
berupa kebahagiaan negeri akhirat dan kebahagiaan dunia diperuntukkan untuk
semua makhluk-Nya. Dalil naqli tersebut dapat dijadikan acuan manusia pada
umumnya dan umat Islam khususnya untuk dapat seimbang dalam meraih keduanya.
Negeri akhirat
merupakan suatu tempat sebagai tujuan terakhir, sifatnya kekal dan segala yang
ada di dalamnya nyata sesuai janji Allah. Seorang muslim wajib mengimaninya.
Sedangkan dunia
merupakan suatu tempat, di mana manusia dapat menentukan nasibnya ke depan
ketika mereka telah kembali ke kehidupan yang kekal di negeri akhirat. Nasib
manusia ditentukan dengan cara menilai bagaimana manusia itu menghabiskan masa
hidupnya di dunia. Dunia dapat menjadi ladang amal, namun dapat pula sebaliknya
yaitu menjadi ladang maksiat, dapat menjadi tempat persinggahan yang indah dan
penuh petunjuk serta rahmat, namun dapat pula menjadi tempat persinggahan yang
buruk dan menyesatkan. Semua itu tergantung amalan yang manusia kerjakan selama
hidupnya di dunia.
Dunia dan
akhirat adalah dua tempat yang tidak dapat dipisahkan hubungannya, ibaratnya
dunia adalah tempat persinggahan manusia di saat mereka berjuang untuk dapat
kembali menuju tempat hidupnya yang kekal di akhirat, tergantung jalan apa yang
mereka tempuh.
Manusia tidak
dibenarkan hidup di dunia dengan hanya mementingkan tujuan akhirat secara
mutlak dan tunggal sehingga mereka melupakan kehidupan di dunia dengan segala
nikmat duniawi yang Allah anugerahkan untuknya. Begitu juga sebaliknya, manusia
sangat tidak dibenarkan hanya mementingkan kehidupan duniawi hingga melupakan
bahwa setiap saat malaikat maut senantiasa mengincarnya, menunggu hingga Allah
mengutusnya untuk mencabut nyawanya.
Manusia
yang hanya mementingkan keduniaan akan menjadi manusia yang serakah, sombong
dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allah limpahkan kepadanya. Dia
melupakan ibadah-ibadahnya, lupa bahwa setiap nikmat yang diperolehnya, di
dalamnya ada hak-hak orang-orang miskin, anak yatim, dan semua orang yang tidak
seberuntung dia. Manusia yang hanya mementingkan keduniaan selama hidupnya
hanya diperuntukkan untuk berfikir bagaimana cara mendapatkan harta
sebanyak-banyaknya, hingga manusia lalai dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkannya. Contoh yang nyata adalah perbuatan para koruptor.
Sebaliknya,
manusia yang hanya mementingkan kehidupan akhirat saja, mereka akan menjadai
manusia yang tidak peduli dengan kehidupannya di dunia. Mereka menganggap bahwa
yang akan mereka kejar hanyalah kehidupan yang kekal yaitu kehidupan akhirat.
Manusia yang berfikiran seperti itu menimbulkan beberapa dampak sebagai
berikut:
1.
Kurangnya
semangat berusaha untuk menjadi manusia yang lebih maju. Yang difikirkannya
hanyalah beribadah dan terus beribadah. Bagi mereka ibadah adalah hubungan
secara langsung kepada Allah, sehingga ibadahnya yang berhubungan dengan
keduniawian mereka abaikan, misalnya seorang kepala keluarga yang mempunyai
kewajiban mencari nafkah untuk keluarganya.
2.
Menumbuhkan
sifat fanatik sempit. Mereka tidak mau berbaur dan bergaul kepada selain Islam,
bahkan mereka dapat sangat membenci dan memusuhinya, dan yang paling parah
adalah mereka bermaksud untuk memusnahkannya, seperti banyak kasus bom yang
telah terjadi di Indonesia. Baginya manusia non muslim adalah penyebab dari
segala kerusakan.
Dalam Q.S. Qashash: 77, dapat diambi
beberapa makna, yaitu antara lain Allah telah menganugerahkan limpahan nikmat,
sehingga sebaiknya seorang muslim dapat menjadi muslim yang kaya, kemudian
memanfaatkan harta kekayaannya untuk memperjuangkan agama Allah. Sebagai
seorang muslim, tidak perlu menjadi muslim yang beranggapan bahwa kenikmatan
duniawi tidaklah penting lalu meninggalkan kenikmatan-kenikmatan duniawi, dan
hidupnya hanya terfokus untuk kehidupan akhirat, tidak dapat menyeimbangkan
antara keduanya. Selain itu, manusia harus menjalankan setiap kewajibannya
kepada Allah, serta dapat menjadi khalifah fil ardhi, menjaga keselamatan bumi,
bukan justru murusaknya.
Manusia dituntut untuk menjadi
hambaNya yang dapat hidup seimbang dalam kepentingan dunia dan akhiratnya,
menjalankan setiap kewajibannya kepada Allah dengan benar. Seorang muslim
diharuskan berusaha untuk menjadi manusia yang kuat di dunia dan memanfaatkan
kekuatannya tersebut di jalan Allah. Dunia dijadikan ladang amal untuk dapat
meraih kebahagiaan yang kekal di negeri akhirat kelak.
0 komentar:
Posting Komentar
TAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA, KARENA MANUSIA ADALAH TEMPAT SALAH DAN LUPA,,please leave comment,,thanks